6 Contoh Puisi dengan jenis Prosais

6-contoh-puisi-prosais
6 Contoh Puisi dengan jenis Prosais - Setelah pada postingan sebelumnya membahas pengertian puisi prosais dengan beberapa contohnya, kali ini IMYID akan memberikan 6 lagi contoh puisi jenis prosais yang mungkin sedang sobat cari supaya dapat paham struktur dari puisi ini. langsung saja
tanpa basa - basi lebih banyak lagi, inilah 6 contoh puisi yang berjenis prosais imyid persembahkan untuk sobat semua..

TUAN

Tuan! Kau tak bosan menjadi tikus? Meski kucing enggan meringkus. Sebab, kehilangan taring. Usai kau sumpal bergepok uang. Mereka lebih tertarik memangsa tikus kecil. Yang makan cuma secuil.

Tuan! Lihat perutmu kian buncit. Akibat banyak makan duit. Kau tak takut tersedak? Hingga perutmu meledak. Menjadi serpihan. Yang berhambur di jalan.

Tuan ... Mahkotamu sungguh indah. Membuat semua merendah. Namun, akalmu sangat lemah. Hingga nafsu kau sembah. Suara kami menjelma dengungan lebah. Di luar istanamu nan megah.

Banjarmasin, 20 Januari 2017

KENAPA

Kenapa?
Kenapa silaumu terpencar
Menurun dan terbakar

Kenapa?
Kenapa pelangi tak berujung
Ingin rasanya bergantung
Tapi yang ada hanya palung

Kenapa?
Sejukku tak seperti sejuk itu
Apa debu hanya satu?
Atau telah membatu?

Kuturuti arus angin
Kususuri hembusan air
Tapi yg menyambut hanya
Kenapa?

Seperti Pagi Itu

/I/
Ingin kupeluk erat senyummu sekali lagi, memandangmu lekat-lekat hingga kembali pagi.
Ijinkan aku meraba rambut hitammu, di ujung binar matamu yang mengedipkan rindu, membuatku hanyut menitik cinta mengisi hati.
Seperti pertemuan kita di suatu pagi tiga tahun yang lalu. Menyisakan kisah yang berderu memeluk malam-malamku merindukanmu. Seperti tertimpah purnama, menjadi bahagia hari-hariku setelah mengenal tentangmu.

/II/
Pada gunung es yang mencair, retak hancur, menyibakkan kelemahanku. Tiada daya, sebab dosa karena ingin merengkuh nikmat dunia, kini aku benar-benar terluka. Kadang, aku merasa waktu tak adil. Aku menemukanmu saat lukaku menganga lebar. Ingin sekali aku teriak:
berhenti, jangan kau terbang terbawa angin,
tunggu lukaku sembuh, jangan kau tersenyum ke bintang yang lain.

/III/
Pagi ini, aku ingin bersimpuh pada peraduan-Nya. Memohon di sela-sela tanah berlumpur dan basah, bercampur daun-daun kering berserakan tak tentu alur. Mengharap embun pagi membasuh tanah berlumpur tertumpuk-tumpuk itu. Sehingga sinar mentari yang tiba nanti menjadi pembuka jalanku mengukir kisahku denganmu. Mengingatkan perbincangan kita pagi itu. Di gedung Gereja ini:
perlahan sinar surya menyapu dedaunan basah,
menyunggingkan senyum terindahmu.

Di sampingmu, ketika itu aku ingin mendekap ragamu. Berkata semu dengan nyaring, "Aku mencintaimu." Apa itu akan jadi tawa bahagiamu? Kupilih terdiam dan hanya memotret wajahmu yang tersenyum, tanpa canda tawa yang bersiul antara kita. Padahal ada surga saat jatuh sapu tanganmu itu. Aku mengambilkannya untukmu:
lalu, kau lagi-lagi tersenyum,
tergetar asaku, apa tergetar rasamu?

/IV/
Ada getaran sepi kini, ketika merpati tiada lagi. Lepas, di udara yang pernah jadi dunia kita. sambil berlari kecil kupanggil namamu, menunjukkan potretmu yang kuambil. Di sini: dari kejauhan. Sembari kugenggam erat sapu tangan, yang jadi pemberianmu. Ketika pertemuan pertama itu. Kini, kusimpan pada hidup yang mengisahkanku, juga tentangmu.
di sini, aku berkata:

di lembah lelah, aku mengeja doa: sesegera dipanggil di ujung lirih nafasku.
dalam pahit sendiri tiada terjawab harap mimpiku, dulu sekali. Mengata cinta pada rona wajahmu. Meski, dirimu kini telah berjalan dalam dimensi yang lain.

Terima kasih, sedikitnya perkenalan kita menyimpuhkan diriku pada Sang Esa. Membasuh lumpur di gelimang ragaku.
Biar, biarlah sendiri, selamat jalan, putri. Kenanganku kini tersimpan di hangatnya mentari.
Seperti pagi itu, ketika cinta bersemi.
Banjarmasin, 20 Januari 2017

Pulang

Mungkin sudah jutaan peluh tak mengeluh. Demi beberapa suapan. Untukmu sang pujaan. Setiap detik adalah raga yang berlaga. Hingga musim tergantikan. Maka usailah pertarungan.

Dan kukemasi segala haru. Mengarungi lautan deru. Kususun langkah, menelusuri remah-remah doamu. Sebagai pandu. Untuk kunikmati senyum yang kau hidang di tengah pintu.

Lalu kutemukan cinta, mengapung dalam mata berkaca. Masih sama. Kau kecup punggung tangan. Lelah pun terabaikan. Kemudian atas nama rindu, raga kita menyatu.
Depok, 200117


Selepasku Melepasmu .
I
Sejak kau pergi, aku pernah mencoba membunuh juwaku sendiri. Juga perasaan menyebalkan itu yang lebih dulu membunuhku.
II
Ternyata aku keliru. Jika kukatakan aku tak dapat hidup tanpamu, itu hanyalah bualanku.
Lihatlah!
Kakiku bahkan masih mampu berdiri dan kepalaku tengadah menantangmu.
III
Ah, tapi bagaimana kamu saat ini? aku bukan tak peduli! Bukankah hal yang lebih mudah dilakukan antara memaafkan dan melupakan adalah kepura-puraan?
Karena seberapa pun besarnya kebencianku saat merelakan kepergianmu, nyatanya, masih ada rindu setelah itu. Apa namanya jika bukan naif?
IV
Lalu, kapan kesengsaraan ini akan berakhir? Haruskah aku menunggu ada sebuah keajaiban yang mengembalikanmu seperti dulu? Masihkah ada ruang di hatimu untukku? Yang meski telah bernoktah merah namun tetap menyimpan cintanya.
V
Sejujurnya, aku tak pernah melakukan hal lain selain mengingatmu. Aku yakin, aku pun hadir di sana dalam kepala dan hatimu, sesaat setelah kamu selesai membaca tulisan ini. Dan kamu ada dalam khayalku, selalu.
Kuningan, 20 Januari 2017

Indah untuk dilupakan (Sedih untuk dikenangkan)
/I/
Ini tentang kisah yang terlalu indah untuk dilupakan.
Ketika aku akhirnya merasakan kama di hati,
setelah panah amor engkau tancapkan, Non.
Siang dan malam hanya wajahmu menghias mata, meskipun aku coba terpejam
Bayangmu semakin nyata, beri warna layaknya bianglala.
/II/
Kisah kita memang indah, seperti semburat senja dengan warna keemasannya.
Walau roda harus berputar, jodoh bukan di tangan kita, Non.
Cinta tak selalu bawa bahagia, kadang duka yang jadi tuaian.
Sungguh kisah kita terlalu sedih untuk dikenangkan.
Setelah jarak membentang ciptakan ngarai antara kita.
/III/
Kini aku mencoba melupakanmu, dengan mencari cinta yang lain.
Tapi hati tak bisa berbohong, aku menunggu suatu masa,
Dimana kita dapat bersua kembali.
Mengulang kisah yang sempat padam bersama matinya api cinta di hatimu.
Aku masih menunggu
/IV/
Kadang aku terbawa khayal, kita dapat bersatu lagi.
Setelah penantian panjang yang kujalani.
Apakah cinta akan tetap sama? Ketika engkau tahu aku telah bersama hati yang lain.
Lalu jawaban apa yang harus aku berikan?
Akankah kisah kita dapat terulang lagi?
/V/
Maafkan keegoisanku, Non. Kisah kita mesti berakhir.
Tapi engkau mesti tahu, matahari dan bulan yang menyinari siang dan malam,
Angin yang menderu dan halilintar yang menggelegar, akan selalu tahu bahwa cintaku tidak akan pernah berubah.
/VI/
Kejar kebahagiaanmu dan lupakan diriku.
Cukup kisah kita jadi kenangan yang indah tuk dilupakan,
Meskipun sedih tuk dikenangkan.
Bantaeng, 20 Januari 2017

Rindu
I
Seperti tak sanggup ku meraih. Bayanganmu menghimpit rinduku. Sesak...tak bisa kulepaskan. Belum puas kuteguk manisnya kasihmu. Kenapa kisah kita begini?
II
Senyummu membekukanku dibawah purnama waktu itu. Hingga tubuhku kelu. Kini tertawan sepiku sendiri tanpamu lagi. Purnama yang sama, bongkahan rindu yang sama, tanah pijak yang tak sama. Nyiur pantai melihatku nyinyir.
III
Kemana lagi harus kubasuh cawan rinduku? Rindu yang menyayatku. Pilu. Hingga rasa ini sudah tak bisa merasa.
IV
Masih bolehkah kuteguk wangi tubuhmu? Wangi yang menghidupkan nadiku. Mampu mengembalikan rasaku. Kunantikan uluranmu, sayang.
Solo, 20 Januari 2017

Itulah 6 contoh Puisi prosais dari IMYID, semoga dengan contoh ini kemampuan sobat dalam membuat puisi jenis prosai lebih berkembang baik dari sekarang. apabila perlu ada yang ditanyakan, silahkan untuk meninggalkan di kolom komentar. selamat mencoba..


No comments for "6 Contoh Puisi dengan jenis Prosais"